BELAJAR TAWAKKAL

(copast
WA, Ustadz Budi Ashari, 28 Oktober 2015)
Hatim Al Ashom, ulama besar muslimin, teladan kesederhanaan
dan tawakkal. Suatu hari, Hatim berkata kepada istri dan 9 putrinya bahwa ia
akan pergi untuk menuntut ilmu. Istri dan putri-putrinya keberatan karena siapa
yang akan memberi mereka makan kalau Hatim pergi. Salah satu dari putri-putri
itu, berusia 10 tahun dan hafal Al-Qur’an. Dia menenangkan ibu dan
saudara-saudaranya,
“Biarkan beliau pergi. Beliau menyerahkan kita kepada Dzat
yang Maha Hidup, Maha Memberi rizki, dan Tidak Pernah Mati!”
Hatim pun pergi. Hari itu berlalu, malam datang menjelang.
Mereka mulai lapar. Tapi tidak ada makanan. Semua mulai memandang protes kepada
putri 10 tahun yang telah mendorong kepergian ayah mereka. Putri yang hafal
Al-Qur’an tersebut kembali meyakinkan mereka, “Beliau menyerahkan kita kepada
Dzat yang Maha Hidup, Maha Memberi rizki, dan Tidak Pernah Mati!”
Dalam suasana seperti itu, pintu rumah mereka diketuk. Pintu
kemudian dibuka. Terlihat para penunggang kuda. Mereka bertanya, “Adakah air di
rumah kalian?”. Penghuni rumah menjawab, “Ya, kami memang tidak punya apa-apa
kecuali air”. Air dihidangkan. Menghilangkan dahaga mereka.
Pemimpin penunggang kuda itu pun bertanya, “Rumah siapa
ini?”. Penghuni rumah menjawab, “Hatim al Ashom. Penunggang kud aterkejut.
“Hatim, ulama besar muslimin”.
Penunggang kuda itu mengeluarkan sebuah kantong berisi uang
dan dilemparkan ke dalam rumah dan berkata pada para pengikutnya, “Siapa yang
mencintai saya, lakukan seperti yang saya lakukan”.
Para penunggang kuda lainnya pun melemparkan kantong-kantong
mereka yang berisi uang. Sampai pintu rumahsulit ditutup, karena banyaknya
kantong-kantong uang. Mereka kemudian pergi. Tahukah antum, siapa penunggang
kuda itu? Ternyata ia adalah Abu Ja’far Al Manshur, amirul mukminin.
Kini giliran putri 10 tahun yang telah hafal Al-Qur’an itu
memandangi ibu dan saudari-saudarinya. Dia memberikan pelajaran aqidah yang
sangat mahal sambil menangis, “Jika satu pandangan makhluk bisa mencukupi
kita, maka bagaimana jika yang memandang kita adalah al-kholiq!”
Comments
Post a Comment