Edisi #belajarzerowaste, Memulai dari Diri Sendiri!
Tulisan ini telah tayang di : https://isnet.or.id/2018/11/30/edisi-belajarzerowaste-memulai-dari-diri-sendiri/ (Let's check it out)
Belum
lama ini tersiar kabar mengenai kematian paus sperma di perairan Wakatobi.
Setelah ditelisik rupanya di dalam perut paus tersebut terdapat beraneka sampah
seberat hampir 6 kg. Beraneka sampah yang ada di dalam perut paus tersebut
terdiri dari penutup galon, botol plastik, tali rafia, sobekan terpal, botol
parfum, sandal jepit, kresek, piring plastik, gelas plastik, dan jaring. Sedih,
memprihatinkan, dan kasian. Itu hanya satu kasus saja yang baru-baru ini
terjadi. Sebelumnya telah ada kasus-kasus lain yang intinya sama, yaitu tentang
kasus kematian atau tersiksanya hewan-hewan laut akibat sampah yang masuk ke
perairan.
Apabila
kita cermati dari beraneka sampah yang masuk ke perut ikan paus tersebut, maka
dapat kita ketahui bahwa jenis sampah tersebut adalah mayoritas sampah domestik
alias berasal dari sampah rumah tangga. Ini seharusnya menjadi refleksi kita
bersama, terutama penulis sendiri, apakah kita sudah berusaha untuk mengurangi
volume sampah yang kita hasilkan setiap harinya atau justru kita masih acuh tak
acuh terhadap persoalan sampah yang sebenarnya saat ini adalah persoalan yang
genting?
Lalu
apa yang perlu banget kita lakukan untuk bisa mengurangi persoalan sampah yang
saat ini sudah genting? Apakah kita hanya akan diam saja dan membiarkan bumi
kita penuh sesak dengan sampah-- lalu
kita baru bergerak? Berdasarkan info dari Kompas (19/08/2018), Indonesia merupakan negara penyumbang
sampah plastik terbesar nomor dua di dunia, dengan jumlah produksi sampah
plastik sebanyak 64 juta ton per tahun, dan sebanyak 3,2 juta ton dari sampah
tersebut dibuang ke laut.
Mungkin
kita sudah memiliki kebiasaan baik untuk senantiasa membuang sampah pada
tempatnya. Hal ini sudah mencerminkan kebersihan bagi kita, karena kita tidak
mencemari tempat lain dengan sampah yang kita hasilkan. Mungkin sebagian dari
kita juga sudah rutin membayar iuran sampah tiap bulannya agar sampah-sampah
kita diangkut oleh petugas sampah ke TPA. Namun apakah sampai sini sudah cukup?
Sebenarnya, apabila kita hanya sampai tataran ini saja, ini masih belum
menyelesaikan masalah sampah-sampah di bumi kita. Why? Karena sebenarnya sampah-sampah yang kita hasilkan hanya
berpindah tempat saja. Kenyataannya, sampah tersebut masih ada. Tidak hilang
dan tidak lenyap. Di tempat kita bersih dari sampah-sampah akan tetapi menjadi masalah di tempat lain,
yakni di TPA.
Dengan
berbagai permasalahan sampah yang ada saat ini, sudah seharusnya kita memulai mencoba gaya hidup baru, yakni gaya hidup zero waste alias nol sampah. Kita
mungkin sudah familiar dengan istilah ini, namun mungkin belum atau sedang
dalam proses mengimplementasikannya (baca : termasuk penulis). Zero waste merupakan gaya hidup untuk
meminimalkan penggunaan bahan sekali pakai dan memperpanjang siklus hidup
sumber daya agar mampu menjadi produk yang dapat dipakai kembali (Wardhani,
2018). Dengan mempraktikkan gaya hidup ini, tentu kita akan dapat berkontribusi
untuk mengurangi jumlah sampah yang sudah menumpuk di bumi ini.
Gaya hidup zero waste menerapkan
prinsip 5R (Refuse, Reduce, Reuse,
Recycle, Rot) seperti yang digagas oleh Bea Johnson sejak 2008. Gaya 5R ini
berarti dimulai dari menolak, mengurangi, menggunakan kembali, mendaur ulang,
dan membusukkan. Sedikit berbeda dengan yang saat ini sering dikampanyekan di
Indonesia, yakni 3R (Reduce, Reuse,
Recycle). Gaya hidup zero waste
dimulai dari refuse atau menolak,
yakni menolak untuk menggunakan bahan sekali pakai seperti plastik single use. Selain itu terdapat prinsip rot yakni membusukkan. Maksudnya di sini
adalah membusukkan sampah-sampah oganik yang dihasilkan agar menjadi pupuk
kompos.
Membiasakan diri untuk memiliki gaya
hidup zero waste ini memang tak
mudah. Mengutip kata-kata dari Wardhani (2018) bahwa “Menuju minim sampah bukan menjadikan
kita malaikat, namun menjadikan kita manusia yang peduli dan bertanggungjawab”.
Oleh karenanya agar menjadi problem
solver dari persoalan sampah memang kuncinya adalah memulai dari diri
sendiri. Mulai dari hal yang kecil dan saat ini. Apabila masing-masing pribadi kita sudah
berhasil, maka akan menular dan kita tularkan pada yang lain—orang terdekat
kita; suami, anak, istri, orang tua, tetangga, murid-murid kita. Ketika ini
sudah berhasil, maka bukan suatu hal yang mustahil apabila akan terwujud desa
minim sampah, kota minim sampah, bahkan negara minim sampah. Kita akan mampu
menjadi bagian kontributor untuk mensukseskan targetan atau komitmen dari
pemerintah Indonesia di tahun 2025 bahwa Indonesia akan mengurangi sampah
plastik terbuang di lautan sebanyak 70%.
Berikut ini saya tuliskan beberapa
model gaya hidup zero waste yang saya
sarikan dari buku Wardhani (2018) :
1. Tolak
penggunaan barang sekali pakai, seperti botol plastik, kresek, styrofoam, dan
sedotan. Gunakan barang lain yang tidak hanya single use, seperti botol isi ulang, kantung belanja (ex. totebag), clodi, dan pilih peralatan
elektronik yang re-chargeable.
Gunakan bahan-bahan alami untuk produk yang biasa dipakai agar tidak
menghasilkan residu (bungkus produk). Produk alami yang dipakai misalnya sabun
lerak, kulit jeruk untuk pewangi pakaian, dan sabun mandi buatan sendiri.
2. Melakukan
pemilahan sampah yang kita hasilkan. Salurkan sampah yang kita hasilkan ke bank
sampah maupun lembaga lain yang menerima sampah. Jenis sampah mana saja yang
kita salurkan harus sesuai dengan kriteria sampah yang diterima oleh lembaga
penerima sampah tersebut.
3. Olah sampah yang kita
hasilkan. Mengolah sampah dapat dilakukan di skala rumah tangga baik untuk
jenis sampah organik maupun anorganik. Sampah organik bisa diolah menjadi
kompos. Cara mengolahnya dapat menggunakan komposter atau lubang biopori,
tergantung ketersediaan lahan di rumah. Adapun jenis sampah anorganik, seperti
plastik dapat dibuat eco-bricks.
Eco-bricks ini nantinya dapat dimanfaatkan untuk membuat barang serba guna
lainnya, seperti meja, kursi, lemari, karya seni bahkan bahan bangunan.
Referensi :
Johnson,
Bea. 2018. From a Blog to a Movement. Diakses dari https://zerowastehome.com/ pada 28
November 2018
Pati,
Kiki Andi. 2018. Sampah
Plastik 5,9 Kg Ditemukan dalam Perut Paus yang Mati di Wakatobi. https://regional.kompas.com/read/2018/11/20/14571691/sampah-plastik-59-kg-ditemukan-dalam-perut-paus-yang-mati-di-wakatobi diakses pada 28 November 2018
Puspita,
Sherly. 2018. Indonesia Penyumbang Sampah
Plastik Terbesar Kedua di Dunia. Diakses dari https://megapolitan.kompas.com/read/2018/08/19/21151811/indonesia-penyumbang-sampah-plastik-terbesar-kedua-di-dunia
pada 28 November 2018
Wardhani,
DK. 2018. Menuju Rumah Minim Sampah.
Pustaka RMA
Comments
Post a Comment