SUASANA ROMANTIS DALAM KELUARGA RASULULLAH SAW (bag-1)


Oleh : Ustzh. Dra. Indra Asih


Suasana harmonis sangat ditentukan dengan kerja sama yang bagus antara suami istri dalam menciptakan suasana yang kondusif dan hangat, tidak membosankan, apalagi menjemukan. 

Rasulullah adalah sosok manusia yang paling sempurna akhlaknya di antara makhluk ciptaan Allah. Beliau merupakan sosok teladan terbaik dalam membina keluarga, sehingga patut dijadikan contoh bagi seluruh umat manusia di muka bumi ini.

Dalam sebuah riwayat disebutkan, dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam tidak pernah memukul siapapun dengan tangannya, tidak pada perempuan, tidak juga pada pembantu, kecuali perang di jalan Allah. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam juga ketika diperlakukan sahabatnya secara buruk tidak pernah membalas, kecuali kalau ada pelanggaran atas kehormatan Allah, maka ia akan membalas atas nama Allah. 
(HR Muslim).

Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah manusia yang paling sibuk. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam pemimpin pemerintahan negara, memimpin ribuan tentara, menghabiskan waktunya untuk agama, tetapi beliau tetap meluangkan waktu bersama istri dan keluarga, sesuai sabdanya: “Orang terbaik di antara kalian (suami) adalah yang terbaik bagi keluarganya dan akulah di antara kalian yang paling baik terhadap keluargaku, tidak memuliakan wanita kecuali orang yang hina,” (HR Ibnu Asakir dari Ali bin Abi Thalib).

Gambaran bagaimana suasana romantis beliau bersama istrinya nampak pada:
Panggilan Kesayangan
Suasana mesra dalam rumah tangga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ialah ia memanggil ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha dengan panggilan kesayangan dan mengabarkan kepadanya berita yang membuat perasaan ‘Asiyah menjadi  sangat bahagia. 

‘Aisyah radhiyallahu ‘anha bercerita sebagai berikut, pada suatu hari Rasûlullâh berkata kepadanya.

يَا عَائِشُ, هَذَا جِبْرِيْلُ يُقْرِئُكِ السَّلاَمَ

“Wahai ‘Aisy Malaikat Jibril tadi menyampaikan salam buatmu.” (HR Muttafaqun ‘alaihi). 

Kita masih sering mendengar suami yang memanggil istrinya seenaknya saja. Bahkan ada yang memanggil istrinya dengan cacat dan kekurangannya. Kalau begitu sikap suami, mungkinkah keharmonisan dapat tercipta? Mungkinkah akan tumbuh rasa cinta istri kepada suami?

Mandi Bersama
Suami-istri diperbolehkan mandi bersama dalam satu ruangan meski masing-masing saling melihat aurat pasangannya. Dalam sebuah riwayat disebutkan, dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata;

كُنْتُ أَغْتَسِلُ أَنَا وَ رَسُوْلُ اللهِ مِنْ إِنَاءٍ وَاحِدٍ
Aku biasa mandi berdua bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dari satu bejana. (HR Bukhari).

Dalam redaksi yang lain disebutkan Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata: “Aku pernah mandi berdua bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dari satu wadah yang terletak di antara aku dan beliau. Tangan kami berebutan menciduk air yang ada di dalamnya. Beliau menang dalam perebutan itu, sampai aku katakan, “Sisakan untuk saya…Sisakan untuk saya…! Kami dalam keadaan junub.” (HR Bukhari Muslim)

Makan dan Minum dalam Satu Tempat
 ‘Aisyah radhiallahu ‘anha menuturkan:

كُنْتُ أَشْرَبُ وَأَنَا حَائِضٍ, فَأُنَاوِلُهُ النَّبِيَ فَيَضَعُ فَاهُ عَلَى مَوْضِعِ فِيّ وَ أَتَعَرَّقُ العَرَقَ فَيَتَنَاوَلُهُ وَ يَضَعُ فَاهُ فِي مَوْضِعِ فِيّ

“Suatu ketika aku minum, ketika itu aku sedang haidh, lantas aku memberikan gelasku kepada Rasulullah dan beliau meminumnya dari mulut gelas tempat aku minum. Dalam kesempatan lain aku memakan sepotong daging, lantas beliau mengambil potongan daging itu dan memakannya tepat di tempat aku memakannya.” (HR Muslim)

Begitulah kemesraan dapat tercipta, yaitu menciptakan rasa saling memiliki. Sepiring berdua, segelas berdua, makan berjama’ah serta beberapa hal lain yang dianjurkan oleh Rasulullah agar dilakukan bersama oleh suami istri! Dengan demikian akan tercipta rasa saling memahami satu sama lain. 

Mencium Kening Istri
Dalam kesempatan lain Rasulullah saw tidak malu untuk bermesraan walaupun hanya sekedar mencium istri sebelum keluar rumah. Diriwayatkan oleh ‘Aisyah radhiallahu ‘anha bahwa ia berkata:

أَنَّ النَّبِيَ قَبَّلَ امْرَأَةً مِنْ نِسَائِهِ ثُمَّ خَرَجَ إِلَى الصَّلاَةِ وَلَمْ يَتَوَضَّأْ

"Sungguh Rasulullah pernah mencium salah seorang istri beliau baru kemudian berangkat menunaikan shalat tanpa memperbaharuhi wudhu” (HR Abu Dawud dan Tirmidzi)

Budaya mencium istri agaknya masih asing di tengah masyarakat kita, khususnya masyarakat timur. Bahkan masih banyak yang menggapnya tabu, mereka mengklaimnya sebagai budaya barat. Tentu saja mencium istri yang kita maksud di sini bukanlah mencium istri di depan umum atau di hadapan orang banyak. Sebenarnya banyak sekali hikmah sering-sering mencium istri.

Sering kita lihat sepasang suami istri yang saling cuek. Kadang kala si suami pergi tanpa diketahui oleh istrinya kemana suaminya pergi. Buru-buru melepasnya dengan ciuman, menanyakan kemana perginya saja tidak sempat. Sang suami keburu pergi menghilang, kadang kala tanpa pamit dan tanpa salam!? Coba lihat bagaimana Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bergaul dengan istri-istri beliau. Sampai-sampai Rasulullah menyempatkan mencium istri beliau sebelum berangkat ke masjid.

Beribadah Bersama
“Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezqi kepadamu, Kamilah yang memberi rezqi kepadamu dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertaqwa.” (QS Thaha [20]: 132). 

Dalam kesempatan lain, ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha menceritakan:

كَانَ النَّبِيُ يُصَلِّي وَأَنَا رَاقِدَةٌ مُعْتَرِضَةٌ عَلَى فِرَاشِهِ, فَإِذَا أَرَادَ أَنْ يُوتِرَ أَيْقَظَنِي

“Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam biasa mengerjakan shalat malam sementara aku tidur melintang di hadapan beliau. Beliau akan membangunkanku bila hendak mengerjakan shalat witir.” (HR Muttafaqun ‘alaihi)

Abu Hurairah radhiyallâhu ‘anhu meriwayatkan sebuah hadits dari Rasulullah bahwa beliau bersabda:

رَحِمَ اللهُ رَجُلاً قَامَ مِنَ اللَّيْلِ فَصَلَّى وَأَيْقَظَ امْرَأَتَهُ فَصَلَّتْ فَإِنْ أَبَتْ نَضَحَ فِي وَجْهِهَا المَاءَ,رَحِمَ اللهُ امْرَأَةً قَامَتْ مِنَ اللَّيْلِ فَصَلَّتْ وَأَيْقَظَتْ زَوْجَهَا فَصَلَّى فَإِنْ أَبَى نَضَحَتْ فِي وَجْهِهِ المَاءَ

“Semoga Allah merahmati seorang suami yang bangun pada malam hari untuk mengerjakan shalat malam lalu membangunkan istrinya untuk shalat bersama. Bila si istri enggan, ia memercikkan air ke wajah istrinya (supaya bangun). Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala merahmati seorang istri yang bangun pada malam hari untuk mengerjakan shalat malam lalu membangunkan suaminya untuk shalat bersama. Bila si suami enggan, ia memercikkan air ke wajah suaminya (supaya bangun)". (HR Ahmad).



Sumber : Grup WA - MANIS - MAJELIS IMAN ISLAM 

Comments

Popular posts from this blog

Seberapa Lama Daya Tahan ASI Perah (ASIP) ?

Nikmat ketika membawamu...