SUASANA ROMANTIS DALAM KELUARGA RASULULLAH SAW (bag-2)
Oleh : Ustzh.
Dra. Indra Asih
Selanjutnya...gambaran bagaimana suasana romantis
beliau bersama istrinya nampak pada :
Ramah dan
Lembut
Masing-masing pihak suami istri harus bertekad
untuk bersikap ramah dan lembut kepada pasangannya, bersenda gurau dengannya,
dan bercanda dengannya.
Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu, meskipun
mempunyai sifat keras dan tegas, mengatakan: “Sudah selayaknya seorang laki-laki menjadi seperti anak kecil di
tengah keluarganya. Bila dia di tengah kaumnya, maka hendaknya dia menjadi
seorang laki-laki.”
Aisyah radhiyallâhu ‘anha menceritakan, “Adalah Rasulullah ketika bersama
istri-istrinya, beliau adalah manusia lembut dan paling pemurah. Gampang
tertawa dan gampang tersenyum.” (HR Ibnu Asakir)
Berlaku lemah lembutlah dalam menjalankan kehidupan
supaya keharmonisan dapat tercapai dalam lingkungan keluarga, sebagaimana sabda
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, “Janganlah seorang mukmin (suami) membenci seorang mukminah (istri).
Jika ia tidak menyukai salah satu akhlaknya, ia pasti ridha kepada akhlaknya
yang lain.” (HR Muslim)
Sikap ramah dan lembut Rasulullah ditunjukkan
kepada keluarganya. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersenda gurau
dengan istri dan anak-anaknya, menghibur, dan mema'afkan kesalahan mereka,
menyebar senyum bahagia serta mengisi rumah mereka dengan hal-hal yang
menyenangkan.
Suatu ketika Anas bin Malik, pembantu beliau
melukiskan keadaan keadaan beliau dengan mengatakan, “Aku telah melayani Rasulullah selama sepuluh tahun. Selama itu belum
pernah beliau menegur atas apa yang aku lakukan, “Mengapa kamu tidak melakukan
ini?” Beliau juga beliau belum pernah mengatakan kepadaku sesuatu yang belum
aku kerjakan, “Mengapa kamu belum melakukan ini?”
Kasih sayang Rasulullah shallallahu alaihi wa
sallam telah menembus hati orang-orang terdekat yang pernah berinteraksi dengan
beliau, sehingga setiap jiwa selalu merindukannya. Oleh karena itu, berlemah
lembutlah pada keluarga supaya kehangatan dan kemesraan keluarga dapat tercapai
sebagaimana keluarga Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.
Memberi
Hadiah
Saling memberi hadiah diantara suami istri
–terutama hadiah dari suami untuk istri- merupakan salah sebab makin
mendalamnya rasa cinta di antara keduanya.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Hendaknya kalian sering memberi hadiah,
niscaya kalian akan saling mencintai.” (HR Bukhari)
Hadiah merupakan ekspresi kasih sayang dan mampu
mencairkan kebekuan dan rutinitas hubungan manusia. Hadiah tidak disyaratkan
berupa barang-barang kepemilikan yang mahal lagi mewah karena tujuan dari
hadiah pada awalnya adalah mengekspresikan kasih sayang dan kesatuan. Hal ini
dapat diwujudkan dalam materi hadiah dengan nilai seberapa pun. Tapi jika
hadiah tersebut berupa sesuatu yang mahal, maka itu akan menyebabkan
kebahagiaan berlipat ganda dan kasih sayang makin bertambah.
Memahami
Kecemburuan Istri
Rasa cemburu dianggap sebagai watak dasar para
wanita, tidak ada wanita yang selamat dari watak ini, bahkan para Ummahat
al-Mukminin yang merupakan istri-istri Rasulullah shallallahu alaihi wa
sallam.
Aisyah selalu mencemburui Khadijah radhiyallahu
‘anha walaupun ia tidak pernah bertemu dengan Khadijah. Aisyah mengingkari
pujian dan sanjungan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam kepada Khadijah
dengan mengatakan, “Allah telah
memberikan ganti yang lebih baik darinya.” (Ini ucapan Aisyah radhiyallahu
‘anha. HR Bukhari dan Muslim)
Kecemburan yang baik memengaruhi hubungan mesra
suami istri dengan syarat tidak berlebihan dalam cemburu, namun proporsional
dan penuh pertimbangan. Dengan demikian, cemburu menjadi indikator rasa cinta
pasangan kepada pasangannya, disinilah cemburu itu akan nampak indah. Untuk itu
suami harus bersikap proporsional dalam masalah ini, dan tidak boleh berburuk
sangka, dan mencari-cari kesalahan.
Aisyah radhiyallahu ‘anha pernah cemburu pada
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, ia menceritakan sendiri bahwa pada
suatu malam Rasulullah pergi dari sisinya. Ia berkata, “Aku mencemburuinya karena jangan-jangan
beliau mendatangi salah satu istrinya. Lalu datanglah beliau dan melihat
keadaanku. Rasulullah bersabda, “Apakah engkau cemburu?” Jawabku,
“Apakah orang sepertiku tidak pantas untuk cemburu terhadap orang
sepertimu?”
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh setanmu telah datang”. (HR Muslim
dan Nasa’i)
Aisyah radhiyallâhu ‘anha juga pernah berkata, “Aku tidak melihat yang pandai memasak
seperti Shafiyah. Ia memasak makanan untuk Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam
saat beliau ada dirumahku. Timbullah rasa cemburuku, aku merebut piring
yang berisi makanan tersebut dan membantingnya sampai pecah. Tetapi aku
menyesal, lalu berkata, “Ya Rasulullah, apa kifarat bagi perbuatan yang telah
aku lakukan?” Nabi shallallâhu alaihi wa sallam menjawab, “Gantilah
piring itu dengan piring yang serupa, demikian pula makanannya.” (HR Abu
Dawud dan Nasa’i)
Mengajak
Istri Bermusyawarah
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mengajak
istri-istrinya bermusyawarah dalam banyak urusan. Beliau sangat menghargai
pendapat-pendapat mereka. Padahal wanita pada masa jahiliyah, sebelum
datangnya Islam diperlakukan seperti barang dagangan semata, dijual dan dibeli,
tidak dianggap pendapatnya, meskipun itu berkaitan dengan urusan yang langsung
dan khusus dengannya.
Islam datang mengangkat martabat wanita, bahwa
mereka sejajar dengan laki-laki, kecuali hak kepemimpinan keluarga, berada di
tangan laki-laki.
Allah Azza wa
Jalla berfirman: “Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan
kewajibannya menurut cara yang ma’ruf. Akan tetapi para suami, mempunyai satu
tingkatan kelebihan daripada isterinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana.” (QS al Baqarah [2]: 228)
Pendapat dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha pada
peristiwa Hudaibiyah, membawa berkah dan keselamatan bagi umat Islam. Ummu
Salamah memberi masukan kepada Nabi agar keluar menemui para sahabat tanpa
berbicara dengan siapa pun, langsung menyembelih hadyu atau seekor domba dan
mencukur rambutnya. Ketika beliau melaksanakan hal itu, para sahabat dengan
serta-merta menjalankan perintah Nabi shallallahu alaihi wa sallam, padahal
sebelumnya mereka tidak mau melaksanakan perintah Rasul, karena mereka merasa
pada pihak yang kalah pada peristiwa itu. Mereka melihat bahwa syarat yang
diajukan kaum kafir Quraisy tidak menguntungkan kaum muslimin.
Bercanda
dengan Istri
Bercanda dengan istri akan memupuk rasa kasih sayang
terhadap istri dan keluarga. Di samping itu juga bercanda akan melepaskan rasa
penat ketika selesai bekerja di luar rumah.
Dengan bercanda kita akan sangat mudah tersenyum
dan ketawa. Namun tidaklah ketawa berlebihan karena hal itu akan membawa
mudharat. Canda Rasulullah bersama istri dan keluarganya dilakukan saat sedang
melakukan perjalanan dan saat sedang berada di rumahnya.
Aisyah
radhiyallahu ‘anha meriwayatkan, bahwa pernah ia bersama Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam dalam suatu perjalanan. Maka aku mengajak Beliau lomba lari
dan aku berhasil mendahului beliau dengan kedua kakiku. Ketika aku menjadi
gemuk, aku mengajak Beliau lomba lari lagi. Akhirnya Beliau berhasil
mengalahkan aku dan bersabda, “Ini sebagai balasan atas perlombaan yang dulu
itu." (HR Abu Dawud)
Masya
Allah...
Indahnya suasana rumah teladan kita Rasulullah
shallahu alaihi wa sallam. Semoga kita bisa membangun kemesraan dan romantisme
di dalam rumah kita, hingga keluarga yang harmonis bukan hanya potret dan
mimpi.
Sumber :
grup WA - MANIS - MAJELIS IMAN ISLAM
Comments
Post a Comment